Tidak terasa kehamilan adik ipar sudah memasuki bulan ketujuh, atau menurut adat jawa disebut tingkeban, aku sendiri tidak begitu paham tentang acara tingkeban, yang aku tahu, tujuannya agar anak yang didalam kandungan juga ibu nya selamat sampai hari bersalin besok, ada beberapa perbedaan tentang hal ini, antara membolehkan dan melarang, diluar itu semua menurut aku yang penting tidak ada unsur bid'ah dan bertujuan baik, tidak ada salah nya, selain untuk melestarikan adat istiadat juga mempererat tali persaudaraan antara keluarga.
Acara akan dimulai dengan beberapa tahap : Pertama, siraman yang dilakukan oleh sesepuh
dan suami.Tradisi siraman ini dilakukan dengan cara memandikan wanita
hamil menggunakan sekar setaman oleh para sesepuh. Sekar setaman adalah
air suci yang diambilkan dari tujuh mata air (sumur pitu) ditaburi aneka
bunga seperti kanthil, mawar, kenanga, dan daun pandan wangi. Sesepuh
yang bertugas menyiram sebanyak tujuh[11] (pitu) orang ditambah suaminya
sendiri. Siraman merupakan gambaran agar kelahiran bayi kelak suci
bersih. Bilangan tujuh, sebenarnya terkait dengan umur kandungan tujuh
bulan. Tujuh juga berasal dari bahasa Jawa pitu, berarti pitulungun
(pertolongan). Artinya, agar kelak bayi dapat dilahirkan dengan mendapat
pertolongan Tuhan.
Kedua, setelah siraman selesai, dilakukan
tradisi memasukkan telur ayam kampung ke dalam kain wanita hamil oleh
sang suami melalui perut sampai menggelinding ke bawah dan pecah. Hal
ini sebagai simbol dan harapan semoga bayi yang akan lahir mendapatkan
kemudahan, seperti menggelindingnya telur tadi. Pecahnya telur juga
berarti keluarnya bayi dari kandungan ibu. Hal ini tidak jauh berbeda
dengan seekor ayam yang menetas dari sebuah telur, bayi pun setelah
“bertapa” di kandungan (guwa garba) ibu lalu lahir (weruh padhang hawa).
Kadang-kadang, jika sulit mendapatkan telur, diganti dengan tropong
(alat untuk mengikal benang tenun). Hal ini juga sebagai lambang agar
kelahiran bayi nanti mudah, tidak ada halangan.
Ketiga, wanita hamil lalu berganti-ganti
kain batik sampai tujuh kali dan diakhiri dengan kain bermotif
sidamukti. Makna simbolik dari ritual ini, dapat dirunut dari makna kata
sidamukti yang berarti menjadi mukti (mulia) atau bahagia. Hal ini
sekaligus terkandung harapan agar kelak anak yang dilahirkan dapat
mendapat kemuliaan dan kesenangan hidupnya.
Keempat, kain sidamukti yang dikenakan pada
wanita hamil tadi diikat dengan tebu tulak (hitam putih) atau diganti
dengan benang putih dan atau janur kuning. Tebu tulak, benang putih dan
atau janur kuning tersebut harus diputus oleh suami menggunakan sebilah
keris. Tebu tulak merupakan lambang tolak bala, agar anak yang lahir
jauh dari halangan. Benang putih (lawe) merupakan simbol simpul
kelahiran telah terbuka, yaitu plasenta (puser) si bayi.
Rintangan-rintangan kelahiran yang dianggap berbahaya, telah dipatahkan
oleh suami, sehingga bayi akan lahir dengan mudah. Sedangkan janur
kuning yang diikatkan pada perut wanita sebagai pertanda bahwa suami
istri tersebut telah mendapatkan cahaya (janur) kemenangan, yaitu akan
mendapatkan amanat berupa anak. Cahaya tersebut harus diraih dengan
rintangan atau kesulitan, sehingga suami harus mengatasinya dengan cara
memotong janur. Pemotongan janur berarti upaya mengatasi kesulitan.
Kelima, seorang suami memegang kelapa gading
muda, kemudian diteroboskan ke dalam kain yang dipakai wanita hamil ke
arah perut (ke bawah). Kelapa gading tersebut menggelinding lalu
diterima oleh calon nenek (ibu dari wanita hamil). Calon nenek tersebut
segera menggendong kelapa gading muda. Setelah selesai, calon nenek dari
pihak besan segera meneroboskan lagi seekor belut yang masih hidup, dan
belut tersebut harus ditangkap oleh suami dan kemudian dimasukkan ke
dalam sekar setaman. Setelah menangkap belut, suami harus pergi (masuk
rumah) tanpa pamit. Tradisi semacam itu sering dinamakan brojolan.
Kelapa gading yang dihiasi lukisan wayang Kamajaya dan Kamaratih tadi,
merupakan simbol harapan agar kelak bila bayi yang lahir perempuan
cantik seperti Dewi Ratih dan jika lahir laki-laki seperti Kamajaya.
Belut yang dilepaskan pada sela-sela kain, harus dikejar oleh suami
sampai tertangkap, merupakan lambang agar kelahiran bayi nanti dapat
lebih cepat, licin seperti belut. Simbolisasi demikian merupakan pola
pemikiran asosiatif orang Jawa, yaitu karakteristik belut yang licin
dibandingkan dengan kelahiran bayi.
Keenam, seusai acara siraman di krobongan
(luar rumah), ibu hamil diajak masuk ke kamar dalam dan segera
berdandan. Ibu hamil harus melakukan tradisi jual dhawet dan rujak. Yang
bertugas membeli para tamu menggunakan uang buatan (kreweng) atau
pecahan genteng. Uang tersebut dimasukkan ke dalam kuali dari tanah.
Kuali yang berisi uang tersebut dipecah di depan pintu oleh ibu hamil.
Hal ini bermakna agar kelak bayi yang lahir banyak mendapatkan rezeki.
Ketujuh, kenduri sebagai syukuran. Pada saat ini, ada beberapa ubarampe (sesaji) yang perlu dipersiapkan, yaitu:
Tumpeng kuat, yaitu tumpeng berjumlah tujuh.
Satu di antara tumpeng itu dibuat paling besar dan enam yang lain,
diletakkan mengelilingi tumpeng besar. Bilangan tujuh menggambarkan umur
bayi tujuh bulan. Sedangkan makna tumpeng kuat, sebagai lambang agar
bayi yang lahir sehat wal afiat dan orangtuanya diberi kekuatan lahir
dan batin.
Keleman, yaitu sajian umbi-umbian sebanyak
tujuh macam: ubi jalar, ketela, gembili, kentang, wortel, ganyong, dan
garut. Hal ini bermakna agar bayi yang lahir kelak mendapatkan rezeki
yang banyak dan mau hidup sederhana.
Rujakan dan dhawet ayu, yang terdiri dari jeruk, mentimun, belimbing, pisang, dan lain-lain, merupakan gambaran kesenangan.
Sega megana, yaitu nasi yang diletakkan
dalam periok, di dalamnya terdapat lauk dan sayuran. Ini merupakan
simbol bahwa bayi dalam kandungan tujuh bulan telah berbentuk (gumana)
sebagai manusia yang siap lahir. Bayi tersebut secara fisik dan nonfisik
diharapkan telah lengkap.
Ketan procot, yaitu ketan yang diaduk dengan
santan dan setelah dimasukkan dalam daun pisang memang dihidangkan.
Yang perlu diketahui, daun pisang tersebut harus berlubang kanan
kirinya, tidak boleh ditusuk dengan biting. Hal ini merupakan lambang
agar kelak bayi lahir dengan mudah.
Mudah-mudahan ibu dan bayinya selalu diberikan kesehatan dan diberi kelancaran pada saat proses kelahiran besok..Aamiin, mau cowok atau cewek sama saja, karena anak adalah titipan dari Allah dan menjadi tanggung jawab orang tuanya untuk mendidik dan membekali dengan ilmu yang bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan dikomentari ya tulisan ini, saya akan sangat berterima kasih sekali.