Kamis, 20 September 2012

Silaturohmi ke Kemalang



        Dua pekan setelah lebaran aku dan teman-teman dyfabel klaten mempunyai rencana silaturohmi ke Kemalang, sebuah kecamatan di Klaten. Daerah nya berada di dataran tinggi, dimana sebagian besar warga nya bermata pencaharian berladang, daerah yang kering dimana air sulit didapat, Info yang aku dapat tiap penduduk harus mengeluarkan uang Rp. 50.000,' untuk membeli air bersih sebanyak satu tangki, kontras sekali dengan daerah Delanggu, daerah tempat tinggal ku, dimana air masih berlimpah dan InsyaAllah tidak kekurangan.

        Syukur Alhamdulillah atas kenikmatan dan kemudahan yang diberikan Allah buat warga Delanggu. Balik lagi ke daerah Kemalang, kita waktu itu janjian ketemu di daerah Gondang Winangun, yang dulu terkenal dengan pabrik gulanya, dari Delanggu ku tempuh perjalanan dengan bus, dan sampai di Gondang sudah menunggu Aryo dan Pak Samiyanto, mereka ber dua adalah penderita paraplegia, tapi semangatnya gak perlu diragukan, bisa memotifasi teman-teman yang lain.

        Kurang lebih 30 menit waktu yang kami tempuh untuk sampai ke Kemalang, pada saat itu ketemu di rumah Mas Jeilan, beliau dyfabel kaki, dan sampai sekarang memakai alat bantu kruk, disebabkan jatuh memanjat pohon, juga pengrajin bambu untuk membuat macam-macam perabotan rumah tangga (meja, kursi, lemari dll). Dari cerita yang aku denger kebanyakan warga jadi dyfabel karena kecelakaan memanjat pohon, hal tersebut tidak membuat warga jera, mungkin karena mereka berpedoman bukan karena memanjat nya tapi emang sudah ditakdirkan jatuh. Menurut aku sich akan lebih bijak kalau untuk kedepannya dibuat pengaman, untuk meminimalisir akibatnya.

        Tujuan pertama kami adalah berkunjung ke rumah mbak Menik, beliau SCI karena jatuh jg, cukup berani ya cewek sampai manjat pohon, butuh nyali yang besar tuch. Senang bisa ngumpul, berbagi cerita karena selama ini aku belum pernah ngumpul sama teman-teman dyfabel.

Suasana Keakraban di Rumah Mbak Menik





Ada beberapa tempat yang kami kunjungi, dan semua rata-rata adalah penderita SCI karena jatuh, yang aku tahu tidak mudah buat mereka bisa menerima keadaan yang sekarang, mereka juga membutuhkan waktu, dan karena bantuan Karina ( lembaga yang membantu korban gempa) lambat laun bisa membuka diri dan bisa menjalani hidup seperti orang kebanyakan.



          Rombongan kami terdiri dari beberapa orang diantaranya adalah mas Jeilan, pak Samiyanto, Partoyo, Djumadi, mas Herman, mas Parniat, Ami, mb Lasini, mas Lasini dan tentunya aku sendiri. Kami banyak berbagi cerita, saling menanyakan kondisi masing-masing, diselingi canda tawa yang bisa mencairkan suasana. Dan aku berharap saat-saat seperti itu akan mempererat tali silaturohmi diantara kami.

Suasana Saat Berkunjung di Rumah Mas Paryanto
Mungkin diantara sebagian masyarakat masih sangat asing melihat keberadaan dyfabel khususnya yang memakai kursi roda, mereka beranggapan mereka tidak bisa hidup normal seperti orang normal lainnya, padahal semua tidaklah benar, mereka juga seperti lainnya, punya keinginan mandiri, bisa berbuat sesuatu, sarana dan kesempatan saja yang membatasinya. Untunglah ada sebuah lembaga (Karina) yang bisa memfasilitasi sehingga mereka bisa berbuat lebih. Semoga masyarakat kita lebih banyak membuka mata dan menganggap mereka sama seperti orang normal lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan dikomentari ya tulisan ini, saya akan sangat berterima kasih sekali.